Media Raya Org

SUMBER UTAMA INFORMASI ANDA

BRIN Kembangkan Instrumentasi Pengamatan Cuaca Antariksa Berbasis Satelit


MediaRaya.Org – Cuaca antariksa dapat berpengaruh pada akurasi penentuan posisi Global Positioning System (GPS), sinyal komunikasi satelit dan komunikasi radio High Frequency (HF), dan operasional satelit.

Gangguan tersebut terjadi disebabkan oleh peningkatan aktvitas matahari yang menyebabkan badai Matahari, geomagnet, dan ionosfer.

Karena itu, pengamatan sains antariksa berbasis satelit menjadi sangat penting dalam memahami dinamika cuaca antariksa yang berubah setiap harinya.

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rizal Suryana, mengatakan, BRIN saat ini sedang melakukan penelitian, pengembangan, dan pembuatan instrumentasi untuk pengamatan berbasis satelit. Selama ini, pengamatan cuaca antariksa menggunakan alat-alat pengamatan buatan dari luar negeri.

“Pada saat ini, kita belum mempunyai alat pengamatan hasil dari penelitian dan pengembangan yang kita bangun sendiri untuk mengamati parameter-parameter cuaca antariksa,” kata Rizal, dalam Dialog Obrolan Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa (DOFIDA pada Senin (26/8/2024).

“Maka mulai dari program ini, kita sedang memulai selangkah demi selangkah untuk bisa menuju ke arah pengembangan pengamatan sains antariksa berbasis satelit,” tambah Rizal.

Dia menjelaskan, spesifikasi sistem pengamatan sains antariksa berbasis satelit harus disesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengamatan cuaca antariksa. Selain juga harus memperhatikan dari kapasitas satelit itu sendiri.

Spesifikasi ini mencakup jenis sensor yang dipasang pada satelit, kemampuan sensor dalam mendeteksi dan mengukur fenomena tertentu di antariksa, seperti radiasi elektromagnetik atau partikel bermuatan, serta ketahanan perangkat terhadap kondisi ekstrem di luar angkasa.

Lebih lanjut dijelaskan Rizal, pengamatan cuaca antariksa dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi landas bumi (ground base) dan berbasis satelit (space base).

“Pengamatan landas bumi mencakup metode pasif, yang menangkap gelombang elektromagnetik tanpa memancarkan sinyal, dan metode aktif yang menggunakan radar untuk memantulkan sinyal ke antariksa,” jelas Rizal.

Sedangkan pengamatan cuaca antariksa berbasis satelit dilakukan dengan membawa sensor atau alat pengamatan yang ter-install pada satelit, di mana, sensor atau alat pengamat tersebut akan melalukan pengukuran parameter cuaca antariksa sepanjang lintas pada ketinggian tertentu sesuai dengan orbit satelit.

“Keuntungan pengamatan berbasis satelit yaitu memiliki jangkauan yang luas dan dapat menjangkau lokasi yang tidak bisa diamati pada pengamatan landas bumi, memiliki resolusi spasial dan temporal yang tinggi, dan pengamatan dilakukan secara terus menerus tanpa terganggu oleh kondisi cuaca atau waktu siang atau malam. Sehingga, ini memberikan data jangka panjang yang konsisten untuk penelitian ilmiah,” bebernya.

Rizal menyebut, cuaca antariksa dapat memancarkan radiasi elektromagnetik dan partikel-partikel bermuatan secara terus menerus. Intensitas radiasi tersebut akan meningkat ketika aktivitas matahari mengalami peningkatan.

Selain sinar kosmik dari luar tata surya, baik dari galaksi kita sendiri maupun galaksi lain juga turut memengaruhi cuaca antariksa.

“Partikel-partikel bermuatan ini dapat mengganggu operasi teknologi modern, termasuk wahana antariksa yang beroperasi di berbagai orbit seperti Low Earth Orbit (LEO), Medium Earth Orbit (MEO), dan Geostationary Earth Orbit (GEO),” katanya.

Cuaca antariksa akan memberikan pengaruh terhadap penggunaan teknologi, baik berbasis satelit atau tidak berbasis satelit.

Pada satelit, cuaca antariksa dapat menyebabkan kerusakan pada solar cell dan komponen elektronika satelit dan hambatan gerak satelit (atmospheric drag).

“Cuaca antariksa memiliki pengaruh besar pada komunikasi, navigasi, dan operasional satelit. Sehingga, pengamatan harus dilakukan secara kontinyu,” tutur Rizal.

Menurutnya, tantangan riset pengembangan pengamatan sains antariksa berbasis satelit adalah sumber daya manusia yang belum memadai dan dibutuhkan biaya yang cukup besar. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri.

Pusat Riset Antariksa BRIN sudah melakukan kolaborasi dengan universitas, di antaranya Universitas Gadjah Mada dan beberapa universitas di luar negeri.

Rizal menyampaikan, mahasiswa S1, S2, dan S3 yang ingin bergabung dalam penelitian pengamatan sains antariksa berbasis satelit dapat bergabung melalui kerja sama dalam bentuk tugas akhir, tesis, dan disertasi. Untuk yang sudah memiliki gelar S3 bisa bergabung (melamar) di BRIN.

“Silakan bisa gabung dengan mengikuti atau memasukkan lamaran menjadi CPNS BRIN. Dan yang tertarik dengan penelitian dan pengembangan satelit, baik dari satelitnya itu sendiri ataupun sensor-sensornya, dan terkait dengan cuaca antariksa bisa bergabung dengan tim kami di Pusat Riset Antariksa,” ucap Rizal. (Sumber brin.go.id)

Sumber