MediaRaya.Org – Proses pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia yang membutuhkan anggaran besar seringkali berakhir dengan berbagai sengketa dan laporan kecurangan. Pemerintah Indonesia terus berupaya mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya melalui digitalisasi Pemilu menggunakan teknologi e-Voting.
Pengembangan Pemilu elektronik oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebenarnya sudah berjalan cukup lama. Meskipun masih sebatas Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), e-Voting telah digunakan lebih dari 1.800 Pilkades tanpa mengalami kendala.
Kepala Organisasi Riset Elektronik dan Informatika BRIN, Budi Prawara menuturkan bahwa kegiatan riset e-Voting telah dimulai sejak 2009 oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebelum bergabung menjadi BRIN. Hingga saat ini, e-Voting telah digunakan di lebih dari 1.800 Pilkades di 28 kabupaten yang ada di 15 provinsi di Indonesia.
“e-Voting merupakan teknologi Pemilu yang memenuhi asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil) mulai dari pembuat surat suara, pemungutan suara, penghitungan, rekapitulasi dan penayangan hasil yang otomatis secara elektronik,” ujar Budi dalam Webinar Menuju Pemilu Elektronik di Indonesia: Dimulai dari Pilkades pada Rabu (19/6/2024).
Lebih lanjut Budi menerangkan bahwa sistem Pemilu elektronik ini terdiri atas perangkat e-Voting, sistem verifikasi pemilih dan rekapitulasi hasil. Proses pengembangannya telah melalui berbagai tahap, diantaranya uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2009. Saat itu MK menyatakan bahwa coblos conteng sama artinya dengan sentuh panel komputer.
Setelah itu dilakukan proses clearing teknologi yang mulai dengan penilaian dari beragam teknologi Pemilu di dunia. Selanjutnya kerekayasaan dilaksanakan melalui penyusunan standar teknis dan operasional e-Voting Indonesia berdasarkan asas Luber Jurdil.
Sebagai tahap proof of concept, dilaksanakan simulasi e-Voting di Kabupaten Bantaeng pada 2012. “Setelah sukses, banyak bupati yang ingin menerapkan e-Voting untuk Pilkades di wilayahnya. Pilkades menggunakan e-Voting dilaksanakan pertama kali di Kabupaten Boyolali, Musirawas dan Jembrana pada tahun 2013,” terang Budi.
Pelaksanaan Pilkades menggunakan e-Voting di Indonesia. (Dokumentasi PT Intens)
Agar pemanfaatan teknologi e-Voting semakin masif, BRIN menggandeng mitra industri yaitu PT Inti Konten Indonesia (Intens), anak perusahaan dari PT INTI (Persero).
Menurut Budi, ada beberapa tantangan dalam pengembangan e-Voting, diantaranya bagaimana meningkatkan kepercayaan publik terutama terkait keamanan atau security. Selain itu bagaimana teknologi e-Voting bisa dikembangkan sesuai dengan kondisi geografis dan sosial budaya masyarakat Indonesia.
“Saya rasa tantangan ini bisa menjadikan suatu peluang untuk terus menghasilkan inovasi yang berguna bagi Indonesia. Kita bisa memiliki produk dalam negeri yang digunakan dan bermanfaat. Harapannya teknologi e-Voting juga dimanfaatkan tidak hanya di Indonesia tapi juga negara lain,” tuturnya
Proses e-Voting
Ada empat aplikasi dalam sistem e-Voting yang saling mendukung yaitu aplikasi e-Verifikasi pemilih, aplikasi Vtoken Generator, aplikasi e-Voting dan aplikasi pengiriman berupa tabulasi dan penayangan hasil pemungutan suara.
Perekayasa Ahli Utama TIK/Auditor Teknologi Utama Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN, Andrari Grahitandaru mengatakan bahwa teknologi e-Voting dapat mewujudkan Pemilu yang akurat, mudah, transparan dan akuntabel.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa proses e-Voting dimulai dari proses verifikasi pemilih menggunakan KTP elektronik (e-KTP) yang ditempel pada e-KTP Reader. Selanjutnya, sidik jari calon pemilih dicocokkan dengan data di e-KTP yang digunakan. Jika cocok, pemilih mendapatkan token berupa smart card yang menghasilkan satu surat suara elektronik.
Saat smart card dimasukkan ke dalam perangkat e-Voting, maka pada layar yang ada di bilik suara akan muncul gambar calon yang akan dipilih. Pemilih tinggal menyentuh salah satu gambar. Gambar yang disentuh akan muncul kembali untuk konfirmasi. Jika sudah benar, sentuh kotak bertuliskan “Ya”.
Selanjutnya mesin printer di samping bilik akan mencetak struk yang kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam kotak audit. “Kenapa printernya harus di samping bilik? Ketika seorang sudah memilih, maka tandanya struknya keluar untuk dimasukkan ke kotak audit,” terang Andrari.
Setelah proses pemungutan suara selesai, maka TPS akan ditutup. Saat proses penutupan langsung keluar hasil rekapitulasi dari setiap bilik sebagai form C1 yang bisa langsung dikirim ke Pusat Tabulasi Nasional.
Proses pemungutan suara menggunakan teknologi e-Voting. (Ilustrasi: Presentasi Andrari Grahitandaru)
Andrari memastikan proses pemungutan suara menggunakan e-Voting aman karena dilaksanakan secara offline atau tidak tersambung dengan internet. Jika tersambung ke internet akan rawan oleh serangan kejahatan siber seperti hacker dan lain-lain.
Pemanfaatan jaringan internet hanya saat pengiriman hasil pemungutan suara. Hanya butuh satu kali klik untuk pengiriman ke Pusat Data Nasional. Namun untuk penayangannya bisa sesuai tahapan mulai dari kabupaten, provinsi hingga pusat.
Menurut Andrari, Pemilu elektronik ini dapat mencegah penyalahgunaan undangan, pemanfaatan surat suara sisa dan mengatasi daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak akurat. Keabsahan pemilih dilakukan melalui otentifikasi data sidik jari dan NIK pemilih pada e-KTP menggunakan e-KTP reader yang dibandingkan dengan NIK pemilih di aplikasi DPT.
Jika verifikasinya sesuai, pemilih akan mendapatkan smart card yang hanya bisa digunakan satu kali. “Smart card yang bisa menghasilkan surat suara adalah smart card yang baru di-generate. Smart card yang belum di-generate atau smart card yang telah terpakai tidak bisa menghasilkan surat suara,” imbuhnya.
Pemilu elektronik juga memudahkan administrasi di TPS. “Kita ingat Pemilu 2019 sangat melelahkan petugas banyak yang meninggal. Dengan Pemilu elektronik tidak perlu lagi menandatangani surat suara dan tidak perlu menyalin form C1,” imbuhnya.
Pemanfaatan teknologi e-Voting juga menyelesaikan beberapa permasalahan seperti proses penyediaan kertas suara, pencetakan dan pendistribusian. Proses e-Voting ini tidak memerlukan kertas suara sehingga tidak ada suara tidak sah atau salah coblos.
“Pada Pemilu 2019 jumlah surat suara tidak sah untuk Pemilu nasional sekitar 10%. Padahal selisih antara yang kalah dan yang menang hanya 5%. Ini kan menjadi tidak mencerminkan hasil pemilu yang akurat,” tutur Andrari.
Pilkades Elektronik di Kabupaten Banyuasin
Penyelenggaraan Pilkades yang membutuhkan biaya besar seringkali berakhir dengan sengketa maupun keributan. Hal itu mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan mencoba teknologi e-Voting agar pelaksanaan Pilkades lebih jujur dan efisien.
Pada 2015, Pilkades menggunakan e-Voting dilaksanakan di 160 desa di Kabupaten Banyuasin. Selanjutnya pada 2017 dilaksanakan di 40 desa. Pada 2021 e-Voting dilaksanakan di 43 Pilkades dan 8 Pilkades pada tahun 2023.
“Pelaksanaan demokrasi digital atau Pilkades menggunakan e-Voting yang dilaksanakan di Kabupaten Banyuasin betul-betul membuka wawasan masyarakat yang saat itu belum mengenal internet karena infrastruktur masih sangat terbatas,” tutur Erwin Ibrahim, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banyuasin.
Erwin mengatakan bahwa pada 2015 ada beberapa Kecamatan di Kabupaten Banyuasin yang masih blank spot. Namun, aplikasi ini dapat berjalan walaupun offline. Sistem e-Voting juga dilengkapi dengan keamanan data yang canggih untuk melindungi integritas hasil pemilihan.
Selain terjadi efisiensi anggaran, pelaksanaan Pilkades secara e-Voting sangat cepat dan transparan. “Proses rekapitulasinya sangat cepat, dalam hitungan detik semuanya langsung dapat direkap dan mendapatkan hasil. Berbeda dengan cara konvensional, proses penghitungannya lama dan bisa terjadi kesalahan,” ungkapnya.
Proses e-Voting yang lebih mudah dan cepat mendorong mendorong partisipasi aktif dari masyarakat. Saat Pilkades masih konvensional, partisipasi masyarakat hanya 50%. Ketika menggunakan e-Voting partisipasinya meningkat hampir 80%.
Kegiatan Pilkades di Kabupaten Banyuasin ini mendapatkan penghargaan Rekor Muri untuk penyelenggaraan Pilkades secara e-Voting terbanyak pada 2015. Aplikasi e-Voting ini juga dipercaya Kementerian Kominfo untuk mewakili Indonesia di ajang ASEAN ICT Award 2018 dan mendapatkan peringkat kedua, mengalahkan Singapura dan di bawah Malaysia.
“Pada saat itu kita menjadi suatu inspirasi secara ASEAN bahwa ternyata pemilihan ini bisa dilaksanakan secara e-Voting dan telah dilaksanakan di Indonesia walaupun masih tahapan Pilkades,” tuturnya.
Erwin berharap penyelenggaraan Pilkades menggunaan e-Voting di Kabupaten Banyuasin bisa menjadi inspirasi untuk pelaksanaan Pilkades di wilayah lain bahkan Pemilu elektronik.
“Kami yakin aplikasi ini nantinya akan dilaksanakan di tingkat yang lebih besar apakah itu Pilkada, Pilpres atau Pileg. Hanya saja diperlukan kemauan kita bersama untuk melaksanakan ini secara masif,” pungkasnya.
Efektif dan Efisien
Tren digitalisasi telah merambah ke semua sektor, termasuk pelaksanaan Pilkades berbasis elektronik. Penggunaan teknologi e-Voting dalam proses Pilkades diharapkan dapat menekan biaya, namun hasilnya tetap akurat dan berkualitas dan memenuhi asas Luber Jurdil.
Perencana Ahli Muda di Sub Direktorat Fasilitasi Administrasi Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bambang Sasongko menjelaskan bahwa dari data tahun 2013-2023 terdapat terdapat lebih ada 1.865 desa yang telah melaksanakan Pilkades e-Voting. Dari pelaksanaan e-Voting tersebut, pihaknya belum mendapat laporan adalah permasalahan.
Pelaksanaan Pilkades menggunakan e-Voting di Kabupaten Magetan, Jawa Timur (Dokumentasi PT Intens)
Bambang juga menyampaikan, saat pandemi Covid 19, terbit Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri Nomor 141/1115/BPD tanggal 8 Maret 2021 yang mendorong penerapan Pilkades serentak melalui e-Voting di Indonesia.
Hal itu karena e-Voting dinilai bisa mengeliminir permasalahan KTP ganda, DPT, dan surat suara tidak sah. Selain itu, e-Voting lebih efektif dan efisien, mekanismenya aman, menghasilkan jejak audit elektronik, serta lebih ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan kertas.
Menurut Bambang, salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan Pilkades e-Voting ada pada sosialisasi dan edukasi. “Ini penting dilakukan sehingga masyarakat tidak apriori ataupun tidak curiga bahwa sebenarnya peralihan teknologi ini tujuannya memperlancar, mempercepat, membuat akurat sehingga tidak ada permasalahan dalam hal pemungutan suara Pilkades,” tuturnya.
Kunci keberhasilan selanjutnya yaitu partisipati dan keterlibatan instansi terkait agar Pilkades e-Voting ini bisa dilaksanakan dengan baik. Selain itu perlu kerjasama dengan praktisi atau akademisi agar terjadi keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas sehingga masyarakat semakin yakin bahwa e-Voting merupakan pendekatan paling baik untuk Pilkades.
“Yang terpenting dalam e-Voting ini adalah bagaimana jika ada suatu masalah di lapangan harus cepat diselesaikan. Jika tidak cara cepat akan mengurangi kepercayaan masyarakat,” tuturnya.
Menurut Bambang, Ke depan momen Pilkades menjadi hal yang mendasar mengingat masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun dan ini harus disikapi di awal dengan baik saat Pilkades.
Gandeng Mitra Industri
Untuk proses komersialisasi aplikasi e-Voting, BRIN mengandeng mitra industri yaitu PT Inti Konten Indonesia (Intens). Direktur PT Intens, Rizqi Ayunda Pratama mengatakan kerjasama ini diinisiasi sejak 2013 dan mulai masif di industrial sejak 2015.
Rizqi mengungkapkan bahwa e-Voting merupakan salah satu produk andalan PT Intens hasil joint development antara BRIN dan PT INTI (Persero), induk perusahaan PT Intens. “Saat ini Intens merupakan satu-satunya pemegang lisensi e-Voting di Indonesia untuk lima tahun yang yang akan datang,” imbuhnya.
Menurut Rizqi, hingga saat ini, teknologi e-Voting sudah digunakan di berbagai Pilkades dengan tingkat kesalahan 0%. “Dengan SOP yang dijalankan, tingkat keamanan, training yang cukup, serta certified untuk perangkat dan juga pelaksana maka tingkat kesalahan 0% ini dapat kita capai bersama.”
Selain itu, proses verifikasi menggunakan e-KTP reader yang merupakan produk PT Intens yang sudah tersertifikasi oleh berbagai lembaga keamanan dan sertifikasi nasional.
Hingga saat ini ada lebih dari 1.800 desa di Indonesia yang telah melaksanakan Pilkades dengan e-Voting dengan jumlah pemilih hampir mencapai 5 juta penduduk.
Rizqi mengungkapkan, PT Intens telah menyediakan 1 set sistem e-Voting berupa sistem i-Verifikator, i-Generator, dan i-Bilik yang dapat digunakan untuk Pilkades, Pilkada dan Pileg sehingga penghematannya bisa berkali lipat.
Saat ini, sistem e-Voting sudah terdaftar di e-catalog untuk skema sewa maupun skema beli. “Nanti kita dapat komunikasikan bagaimana kustomisasinya untuk masing-masing daerah. Ini akan mempermudah dan mempercepat proses pengadaan di daerah,” ujar Rizqi.
Menurutnya, sistem e-Voting ini memiliki banyak manfaat saat pelaksanaan pemungutan suara maupun dari sisi anggaran. Anggaran yang besar untuk pelaksanaan Pemilu konvensional dapat dialihkan untuk sektor lain yang lebih prioritas.
Teknologi e-Voting ini telah mendapatkan berbagai penghargaan, diantaranya Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Joko Widodo pada 2021 untuk untuk implementasi 1.000 desa menggunakan e-Voting di Indonesia. Apresiasi ini tentu saja menjadi pijakan agar teknologi e-Voting digunakan pada tingkatan lebih tinggi seperti Pilkada.
More Stories
BRIN dan LKPP Dorong Pemanfaatan Produk Riset dan Inovasi untuk Pengadaan Pemerintah
Kupas Revolusi AI, Infomedia Sukses Gelar INFINITE Conference 2024
Art Love U Fest 2024: Eksplorasi Bahasa Cinta 43 Perupa Indonesia