MediaRaya.Org – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko membuka peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-29 yang juga menandai tiga tahun pembentukan BRIN.
Handoko dalam sambutannya menekankan pentingnya perayaan Harteknas bagi generasi muda sebagai wujud dalam melanjutkan inspirasi yang diwariskan oleh almarhum B.J. Habibie 29 tahun lalu.
Menurutnya, Hakteknas tahun ini diselenggarakan dengan rangkaian ajang Indonesia Research and Innovation Expo (InaRI Expo) yang telah memasuki tahun ketiga.
“Inari Expo yang telah berlangsung sejak 8 Agustus, akan ditutup pada 11 Agustus dengan pemberian penghargaan kepada mahasiswa yang terlibat dalam kolaborasi riset bersama periset BRIN,” jelas Handoko pada peringatan Haktenas ke-29 di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Sabu (10/8/2024).
Tema Hakteknas tahun ini, “Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju”, dipilih sebagai pengingat bahwa untuk menjadi negara maju pada 2045 dan melampaui jebakan pendapatan menengah, Indonesia harus mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan yang mengedepankan nilai tambah tinggi.
“Peringatan Harteknas tahun ini menjadi landasan fundamental bagi pembangunan lima tahun ke depan. Ini mencerminkan keyakinan bahwa Indonesia hanya dapat mencapai status negara maju pada tahun 2045 jika mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi,” tegasnya.
Handoko juga menyampaikan bahwa pembentukan BRIN bertujuan untuk mengonsolidasikan sumber daya riset di seluruh Indonesia, tidak hanya untuk kepentingan kementerian dan lembaga, tetapi juga untuk para pemangku kepentingan lainnya, seperti industri dan komunitas riset.
Menurutnya, pendekatan baru telah diambil dengan mengajak industri untuk terlibat langsung dalam aktivitas riset, mulai dari penentuan topik hingga pengembangan produk berbasis riset.
“BRIN telah menyediakan berbagai fasilitas dan infrastruktur riset yang memadai di berbagai kawasan sains dan teknologi, seperti di Serpong, Cibinong, Bandung, dan beberapa kota lainnya, guna memfasilitasi kolaborasi riset yang melibatkan industri, perguruan tinggi, dan BRIN sendiri,” jelas Handoko.
BRIN juga telah membangun model bisnis yang fleksibel dan pendanaan riset yang semakin diperkuat melalui kerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Inisiatif ini memungkinkan pendanaan riset yang lebih fleksibel dan berkelanjutan, misalnya multiyear.
“Tahun ini pendanaan riset melalui LPDP mencapai hampir setengah triliun rupiah, jauh lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan dukungan ini, diharapkan industri nasional, khususnya di bidang farmasi dan pangan, dapat lebih percaya diri dalam mengembangkan produk berbasis riset,” jelasnya.
Ditegaskannya, pentingnya infrastruktur riset yang memadai dan skema pendanaan alternatif melalui LPDP dan kolaborasi dengan mitra swasta tersebut, memungkinkan industri untuk melakukan pengembangan produk berbasis riset tanpa harus mengeluarkan investasi besar.
Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai, Handoko mengakui bahwa masih ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah percepatan proses edukasi bagi generasi muda agar mereka memiliki minat dan kemampuan dalam bidang riset dan inovasi.
Untuk menghadapi tantangan masa depan, BRIN berharap dapat melahirkan generasi muda yang melek iptek, riset, dan inovasi. “Kami berharap generasi muda menjadi pelaku ekonomi masa depan yang berbasis pengetahuan dan inovasi dengan nilai tambah tinggi,” ujar Handoko.
Menurutnya, BRIN juga telah meluncurkan skema postdoctoral fellowship secara nasional untuk memfasilitasi pengembangan karier para peneliti muda.
“Dengan adanya infrastruktur yang memadai, kita bisa mengundang kembali diaspora untuk berkontribusi dalam pengembangan riset di Indonesia,” tambah Handoko.
“Kita harus menciptakan talenta unggul di bidang riset dan inovasi sejak dini,” tegas Handoko.
Dalam kesempatan yang sama, Ilham Akbar Habibie mengapresiasi upaya BRIN dalam mengintegrasikan infrastruktur dan pendanaan riset dan inovasi di Indonesia sehingga menjadi lebih efisien dan terpusat.
“Infrastruktur adalah komponen dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung aktivitas riset dan inovasi,” ujar Ilham.
Habibie juga menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peran riset dan inovasi dalam pembangunan negara. “Untuk keluar dari middle income trap, kita harus beralih ke knowledge-based economy,” ujar Ilham.
Menurut Ilham, transformasi menuju ekonomi berbasis pengetahuan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan middle-income trap yang dihadapi Indonesia. Daya saing bangsa hanya dapat ditingkatkan melalui kreativitas dan inovasi yang didukung oleh riset yang kuat.
“Kita harus segera beralih dari deindustrialisasi dan memastikan perkembangan industri kita sejalan atau bahkan melampaui perkembangan ekonomi,” jelasnya.
Karena itu, salah satu fokus utama untuk menghadapi Indonesia Emas pada tahun 2045 adalah mendukung pemuda sebagai pelaku utama dalam ekosistem riset dan inovasi.
“Kita punya target besar untuk mencapai Indonesia Emas di tahun 2045. Waktu yang tersisa hanya 21 tahun, sangat singkat.
Generasi muda yang baru lulus saat ini, dalam 21 tahun lagi akan berada di puncak karier mereka. Karena itu, kita harus mempersiapkan mereka sejak sekarang agar menjadi sumber daya manusia yang unggul dan inovatif.
Mereka perlu didorong untuk menjadi peneliti, pengembang, dan inovator yang andal sehingga mampu berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih maju,” tegas Ilham. (Sumber brin.go.id)
More Stories
BRIN dan LKPP Dorong Pemanfaatan Produk Riset dan Inovasi untuk Pengadaan Pemerintah
Kupas Revolusi AI, Infomedia Sukses Gelar INFINITE Conference 2024
Art Love U Fest 2024: Eksplorasi Bahasa Cinta 43 Perupa Indonesia